Kandungan materi pelajaran dalam pendidikan Agama yang masih berkutat
pada tujuan yang lebih bersifat ortodoksi diakibatkan adanya kesalahan dalam
memahami konsep-konsep pendidikan yang masih bersifat dikotomis; yakni
pemilahan antara pendidikan agama
dan pendidikan umum (sekular), bahkan
mendudukkan keduanya secara diametral.
Kehadiran pendidikan Agama, baik ditinjau secara kelembagaan maupun
nilai-nilai yang ingin dicapainya-masih sebatas memenuhi tuntutan bersifat
formalitas dan bukan sebagai tuntutan yang bersifat substansial, yakni tuntutan
untuk melahirkan manusia-manusia aktif penggerak sejarah. Walaupun dalam
beberapa hal terdapat perubahan ke arah yang lebih baik, perubahan yang terjadi masih sangat lamban,
sementara gerak perubahan masyarakat berjalan cepat, bahkan bisa dikatakan
revolusioner, maka di sini pendidikan Agama terlihat selalu tertinggal dan
arahnya semakin terbaca tidak jelas.
Dalam perkembangannya pendidikan Agama telah melahirkan dua pola
pemikiran yang kontradiktif. Keduanya mengambil bentuk yang berbeda, baik pada
aspek materi, sistem pendekatan, atau dalam bentuk kelembagaan sekalipun,
sebagai akumulasi dari respon sejarah pemikiran manusia dari masa ke masa terhadap
adanya kebutuhan akan pendidikan. Dua model bentuk yang dimaksud adalah
pendidikan Agama yang bercorak tradisonalis dan pendidikan Agama yang bercorak
modernis. Pendidikan Agama yang bercorak tradisionalis dalam perkembangannya
lebih menekankan pada aspek dokriner normatif yang cenderung
eksklusif-literalis, apologetis. Sementara pendidikan Agama modernis,
lama-kelamaan ditengarai mulai kehilangan ruh-ruh dasarnya.
1. Era Globalisasi
Globalisasi adalah proses pertumbuhan negara-negara maju, yaitu Amerika, Eropa dan
Jepang melakukan ekspansi besar-besaran; kemudian berusaha mendominir dunia
dengan kekuatan teknologi, ilmu pengetahuan, politik, budaya, militer dan
ekonomi.
Pengaruh
mereka di segala bidang terhadap negara-negara berkembang yang baru terlepas
dari belenggu penjajahan berdampak positif dan negatif sekaligus. Berdampak
positif, karena pada beberapa segi ikut
mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju secara teknis, serta menjadi
lebih sejahtera secara material. Sedangkan dampak negatifnya antara lain berupa: (1) munculnya teknokrasi
dan tirani yang sangat berkuasa dan; (2) didukung oleh alat-alat teknik modern
dan persenjataan yang canggih.
Ternyata
kini bahwa ilmu pengetahuan, mesin-mesin, pesawat hiper modern dan persenjataan
itu sering disalahgunakan; yaitu dijadikan mekanisme operasionalistik yang
menjarah dan menghancurkan. Sebagai akibatnya timbul banyak perang, penderitaan
dan malapetaka di dunia. Negara-negara maju itu pada banyak segi, terutama di
bidang teknis, ilmu pengetahuan dan manajerial memiliki segugus besar kelebihan
dan kelimpahan, berupa: science, teknik
canggih, industri dan produksi yang berlimpah. Karena itu semua kelimpahan tadi
perlu didistribusikan keluar, dan dijadikan barang dagangan yang menguntungkan.
Oleh sebab itu mereka memerlukan lahan pasar lebih luas lagi untuk menjual
kelebihan hasil produksinya. Maka langkah niaga mereka yang semula bersifat
spontan, damai, ramah, humaniter dan fasifistis, kemudian berubah menjadi
agersif, ekspansif, eksploitatif, menjarah dan imperialistik. Tidak lama
kemudian mereka menjadi kekuatan neo-kolonialisme
(militer-politik-ekonomi) yang cepat mengembangkan sayap kekuasaannya ke negara-negara yang lemah
sistem perekonomiannya.
Sehubungan
dengan nafsu ekspansi mereka itu, teknik dan ilmu pengetahuan yang dijadikan
alat politik dan alat ekonomi perlu disamarkan. Misalnya dalam bentuk: misi
bantuan pengembangan, program pembangunan daerah miskin, misi perdamaian, dana
pampasan, tugas kemanusiaan, program kerjasama pendidikan, misi kebudayaan dan
lain-lain. Maka berkaitan dengan derasnya arus globalisasi yang ditunggangi aksi-aksi
kolonial tersembunyi perlu lebih meningkatkaqn kewaspadaan nasional, di samping
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Globalisasi
melibatkan pasar kapitalis dan seperangkar relasi sosial dan aliran komoditas,
kapital, teknologi, ide-ide, bentuk kultur, dan penduduk yang melewati batas
nasional via jaringan masyarakat global, transmutasi teknologi dan kapital
bekerja sama menciptakan dunia baru yang mengglobal dan saling berhubung.
Revoluasi teknologi yang menghasilkan jaringan komunikasi komputer,
transportasi, dan pertukaran merupakan pra-anggapan (presumpposition) dari ekonomi global, bersama dengan perluasan dari
sistem pasar kapitalis dunia yang menarik lebih banyak area dunia dan ruang
produksi, perdagangan dan konsumsi ke dalam orbitnya.
Meskipun
ekonomi kapitalis masih penting untuk mamahami globalisasi, teknosainslah (techno-science) yang memberikan
infrastrukturnya. Jadi, kuncinya terletak dalam hubungan dalektis antara
tekno-sains dengan ekonomi kapitalis, atau tekno-kapitalisme (techno-capitalism). Globalisasi dapat
dianalisa secara kultural, ekonomi, politik, dan atau instusional. Dalam
masing-masing kasus, perbedaan kuncinya
adalah apakah seseorang melihat meningkatnya homogenitas atau heterogenitas.
Pada titik ekstrem, globalisasi kultur dapat dilihat sebagai ekspansi
transnasional dari kode dan praktik bersama (homogenitas), atau sebagai proses
di mana banyak input kultural lokal dan global saling berinteraksi untuk
menciptakan semacam perpaduan yang mengarah ke pencangkokan kultur (heterogenitas).
Trend menuju homogenitas sering kali diasosiasikan dengan imperialisme kultural atau dengan kata lain, bertambahnya pengaruh
internasional terhadap kultur tertentu. Ada banyak variasi imperialisme
kuktural termasuk yang menekankan peran yang dimainkan oleh kultur Amerika
meskipun dia tak menggunakan istilah inperialisme kultural, menentang ide
tersebut melalui konsepnya yang sangat terkenal, glocalization, di mana dunia global dilihat berinteraksi dengan
dunia lokal untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda, yakni glocal.
Globalitas berarti bahwa mulai sekarang tak ada kejadian di planet kita yang hanya
pada situasi lokal terbatas; semua temuan, kemenangan dan bencana mempengaruhi
seluruh dunia . Globalitas adalah proses baru setidaknya keran tiga alasan.
1.
Pengaruhnya atas ruang
geografis jauh lebih ekstensif.
2.
Pengaruhnya atas waktu jauh
lebih stabil; pengaruhnya terus berlanjut dari waktu ke waktu.
3.
Ada densitas (density) yang lebih besar untuk
“jaringan transnasional, hubungan dan arus pekerjaan jaringan”.
Michael juga mendaftar sejumlah hal lainnya yang mencolok yang berkaitan dengan
globalitas ketika membandingkannyan dengan manifestasi lain dari
transnasionalitas antara lain:
(1)
Kehidupan sehari-hari dan
interaksi lintas batas negara semakin terpengaruh;
(2)
Ada persepsi diri tentang
transnasionalitas ini dalam bidang-bidang seperti media massa, konsumsi, dan
pariwisata (tourism);
(3)
Komunitas, tenaga kerja,
kapital semakin tak bertempat (placeless);
(4)
Bertambahnya kesadaran
tentang bahaya global dan tindakan yang harus diambil untuk menanganinya;
(5)
Meningkatnya persepsi
transtruktural dalam kehidupan kita;
(6)
Industri-industri kultur
global beredar pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan;
(7)
Peningkatan dalam jumlah dan
kekuatan aktor-aktor, institusi, dan kesepakatan transnasional.
Ada dua event yang hampir bersamaan munculnya pada saat
bangsa Indonesia memasuki milenium ketiga. Pertama
globalisasi, diakibatkan kemajuan ilmu dan teknologi terutama komunikasi
dan transportasi sehingga dunia semakin menjadi tanpa batas. Dalam budaya
global ini ditandai dalam bidang ekonomi perdagangan akan menuju terbentuknya
pasar bebas, baik dalam kawasan ASEAN, Asia Pasifik bahkan akan meliputi
seluruh dunia. Dalam bidang politik akan tumbuh semangat demokratisasi.
Dalam
bidang budaya akan terjadi pertukaran budaya antar bangsa yang berlangsung
begitu cepat yang saling mempengaruhi, dalam bidang sosial akan muncul semangat
konsumeris yang tinggi disebabkan pabrik-pabrik yang memproduksi kebutuhan
konsumeris akan berupaya memproduk barang-barang baru yang akan bertukar dengan
cepat pada setiap saat dan merangsang manusia untuk memilikinya.
Event kedua adalah reformasi,
dalam era reformasi ini diharapkan akan muncul Indonesia baru. Wajah baru
Indonesia ini akan memunculkan perbedaan yang kontras dengan wajah lamanya.
Wajah baru Indonesia itu adalah wajah baru yang akan memunculkan masyarakat
madai, yakni masyarakat berperadaban dengan menekankan kepada demokratisasi dan
hak-hak asasi manusia, serta hidup dalam berkeadilan
Pendidikan agama saat ini memang diakui sangatlah kurang diminati,
mayoritas pelajar lebih memilih pendidikan yang bersifat umum karena pengaruh
perkembangan zaman yang menyorot kepada kecanggihan teknologi sekarang. Melihat
perkembangan IPTEK saat ini lebih maju di banding dahulu. Selain karena
indonesia sudah merdeka dan bebas mau melakukan apa saja tanpa ada yang
melarangnya juga karena tantangan globalisasi yang
telah mengubah segalanya. Perubahan akhlaq pemuda-pemudi penerus bangsa ikut
berperan dalam hal ini.
Dalam era globalisasi semuanya akan terperangkap dalam jaring-jaring ekonomi
global,mau tidak mau negara kita juga terjerat olehnya, sehingga indonesia bisa
menjalin hubungan dengan baik melalui pasar perdagangan tersebut. Bila tidak
ikut andil kedalam perubahan-perubahan yang terjadi maka Indonesia akan menjadi
negara terbelakang. Sedangkan pengertian globalisasi itu adalah
perubahan-perubahan struktural dalam kehidupan negara yang mempengaruhi
hubungan antar manusia, organisasi-organisasi sosial, dan
pandangan-pandangan dunia.
Jadi, bila dianalisis lebih lanjut perubahan tadi akan membawa membawa dampak
positif maupun negatif
bagi negara. Dampak positifnya yaitu: IPTEK semakin berkembang pesat, hubungan
antar negara terjalin lebih baik, ekonomi negara menjadi teratasi. Sedangkan
dampak negatifnya yaitu: keborokan moral bangsa, KKN semakin meningkat, waktu
digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat, terjadi perbedaan pangkat orang
bangsawan dengan orang miskin.
Melihat begitu banyak kemadlorotan dari pada kemaslahatannya, maka peran
pendidikan Agama di era globalisasi ini sangatlah penting karena bisa menindak
lanjuti masalah ini.
Peran pendidikan Agama Sebenarnya
bila diteliti lebih lanjut bahwa masyarakat Indonesia sembilan puluh persen
beragama Islam yang lainnya beragama kristen,
hindu, budha, dll. Kemudian sudah mengeyam pendidikan madrasah ataupun
pendidikan yang lebih tinggi yang berbasis Agama tetapi dari diri mereka
sendiri belum mengamalkan ilmu yang mereka dapatkan, padahal bila pendidikan
agama diterapkan pada kehidupan saat ini, mungkin negara akan menjadi tentram
dan sesuai dengan apa yang telah diharapkan selama ini.
Indonesia mempunyai sumber hukum pancasila dan UUD 1945 tidak seperti di negara
Saudi Arabia yang berlandaskan hukum alqur’an, sehingga negara Indonesia belum
bisa dikatakan negara Agamai. Jadi, dapat dimaklumi apabila masyarakatnya masih
banyak yang tidak sejalan dengan ajaran agama karena perbedaan agama ataupun
orang yang beragama Agama yang terpangaruh dan mengikuti kebiasaan buruk mereka
seperti: perilaku, model baju,dll. Sehingga dapat menggoyahkan pendirian mereka
seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman.
Peran pendidikan agama di era gobalisasi ini mempunyai beberapa bentuk
yaitu:
1.
Sebagi penunjuk
jalan yang benar.
Tanpa adanya
agama manusia tidak mempunyai pendirian yang teguh,tidak mempunyai aturan. Karena agama
merupakan sebuah kepercayaan yang harus dianut seseorang untuk menentukan arah
tujuan hidup orang tersebut.
2.
Menciptakan budi
pekerti yang luhur
Dengan adanya budi pekerti yang luhur hubungan manusia satu dengan lainnya akan terjalin
dengan baik.
3.
Dapat
memanfaatkan kekuatan teknologi sebagaimana mestinya.
Teknologi adalah segalanya bagi kita,
dengan adanya teknologi akan melepaskan diri dari bentuk penindasan oleh
orang yang kuat terhadap orang yang lemah, membebaskan dari kebodohan dan
kemiskinan serta keterbelakangan.Tetapi bila terjadi kesalahan penggunaan teknologi
maka dapat mencemarkan akhlaq, tidak dapat berkonsentrasi penuh dalam menerima
ilmu, waktu digunakan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.
4.
Untuk
menjadikan filter bagi kebudayaan asing malalui nilai-nilai dan norma yang ada.
Semua pikiran, perilaku, budaya serta
norma-norma kita tidak harus berkiblat kepada mereka
walaupun perubahan-perubahan itu juga dari negara asing. Resiko bila tidak
mengikuti trend, bisa dikatakan “ ndeso”, “kampungan”, tetapi kenyataannya
tradisi dan kebudayaan yang berasal dari
negara asiing tidak sesuai dengan ajaran agama Agama. Seperti,
berpakaian yang mengundang syahwat, minum-minuman yang beralkohol,dll.
Alanglkah baiknya bila kita meniru yang baik saja dan meninggalkan yang jelek.
5.
Menghormati
dan mengakui agama lain yang biasa disebut dengan pluralisme agama, menghormati
perbedaan pendapat harus kita terima, karena akan menjalin ikatan yang baik
antar umat dan bila tidak terjalin hubungan baik maka tujuan negara tidak
akan tercapai yakni terciptanya perdamaian abadi antar Negara. Oleh karena itu, agar tercapai tujuan dari
negara kita dituntut untuk toleransi terhadap agam lain.
Dari kelima peran tadi, dapat dsimpulkan bahwa pendidikan agama bisa dijadikan
tolak ukur untuk mengubah kesan negatif pada zaman modern yang mengorak-abrik
moral bangsa dan apabila pendidikan agama ini benar-benar di pelajari lebih
mendalam lagi dan diamalkannya maka akan memberikan kesan positif bagi
negara dan agama. Serta menjadikan anak -anak penerus bangsa yang
brintelektual tinggi dan berakhlaq mulia tanpa mencemaskan situasi dan kondisi
yang memburuk. Selain itu, negara lain akan tertarik dengan bentuk- bentuk kita
dalam menyikapi problem tantangan global, dan akan mengikiti apa yang telah
dilakukan oleh negara kita.
Oleh karenanya, negara harus ditata sedemikian rupa agar tidak terkalahkan oleh
tantangan zaman modern. kemudian tumbuhkanlah semangat anak-anak bangsa dan
janganlah berputus asa untuk mendapatkan yang terbaik bagi negara.
Berdasarkan
berbagai hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan ke dalam hal-hal berikut
ini:
1. Pendidikan
Agama sebagai suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan
ajaran keagamaan, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat meningkatkan taraf
ekonomi, alat mengurangi kemiskinan, alat mengangkat status sosial, alat
menguasai teknologi, serta media untuk menguak rahasia alam raya dan manusia.
2. Pendidikan Agama bertujuan membentuk pribadi yang baik,
mengembangkan seluruh potensi manusia baik jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh
suburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Tuhan, manusia
dan alam semesta dengan cara mengembangkan aspek struktural, kultural dan
berupaya meningkatkan sumber daya manusia guna mencapai taraf hidup yang
paripurna.
3. Era globalisasi memunculkan era kompetisi yang berbicara keunggulan,
hanya manusia unggul yang akan survive di
dalam kehidupan yang penuh persaingan, karena itu salah satu persoalan yang
muncul bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Membentuk
manusia unggul partisipatoris, yakni manusia yang ikut serta secara aktif dalam
persaingan yang sehat untuk mencari yang terbaik. Keunggulan partisipatoris
dengan sendirinya berkewajiban untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi
manusia yang akan digunakan dalam kehidupan yang penuh persaingan juga semakin
tajam.
ReplyDeleteArtikelnya sangat bermanfaat sekali bagi saya..
jangan lupa kunjungi juga ya
https://mirandarosadi85.wordpress.com/2015/03/19/pilihan-gaya-arsitektur-rumah/
:))
DeleteTerimakasih artikelnya sangat membantu sekali gan.
ReplyDeleteMohon kunjungi juga
https://ayulestari27.wordpress.com/2015/03/31/firebird-untuk-windows-7/
iya sama Sis...
Deleteterimah kasih udah berkunjung..